UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
- bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu
masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual dalam era
demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
- bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi
harus dapat mendukung, tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu
menghasilkan beraneka barang dan / atau jasa yang, memiliki kandungan
teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan
sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan / atau jasa yang
diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;
- bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari
proses globilisasi ekonomi harus tetap menjamin peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah, dan
keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar;
- bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu
meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan
kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan
sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab;
- bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen
di Indonesia belum memadai;
- bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan
perangkat peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan
perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta
perekonomian yang sehat;
- bahwa untuk itu perlu dibentuk Undang-undang tentang
Perlindungan Konsumen;
Mengingat:
Pasal 5 Ayat 1, Pasal 21 Ayat 1, Pasal 27, dan Pasal 33 Undang
Undang Dasar 1945;
Dengan
persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
- Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
- Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
- Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.
- Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak
berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun
tidak dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan
atau dimanfaatkan oleh konsumen.
- Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau
prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
konsumen.
- Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan
informasi suatu barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen
terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan sedang diperdagangkan.
- Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam
daerah pabean.
- Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk
digunakan di dalam wilayah Republik Indonesia.
- Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah
lembaga non-Pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh Pemerintah yang
mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen.
- Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan
syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu
secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
- Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang
bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen.
- Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang
dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan konsumen.
- Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang perdagangan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Pasal
3
Perlindungan konsumen bertujuan:
- meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
- mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan / atau jasa;
- meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
- menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
- menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung
jawab dalam berusaha;
- meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang, menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.
BAB
III
HAK
DAN KEWAJIBAN
Bagian
Pertama
Hak
dan Kewajiban Konsumen
Pasal
4
Hak konsumen adalah:
- hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsurnsi barang dan/atau jasa;
- hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan;
- hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan /
atau jasa yang digunakan;
- hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
- hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal
5
Kewajiban konsumen adalah:
- membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
- beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
- membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
Bagian
Kedua
Hak
dan Kewajiban Pelaku Usaha
Pasal
6
Hak pelaku usaha adalah:
- hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
- hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik;
- hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
- hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan / atau
jasa yang diperdagangkan;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal
7
Kewajiban pelaku usaha adalah:
- beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
- memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
- memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
- menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
- memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
BAB
IV
PERDUATAN
YANG DILARANG
BAGI
PELAKU USAHA
Pasal
8
- Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang:
- tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto,
dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
etiket barang tersebut;
- tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah
dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
- tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut,
- tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan
dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
- tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label,
etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut;
- tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut;
- tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,
sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;
- tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, berat / isi bersih atau netto, komposisi,
aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat
pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
ketentuan harus di pasang/dibuat;
- tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
- Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak,
cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap
dan benar atas barang dimaksud.
- Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan
pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.
- Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat
2 dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib
menariknya dari peredaran.
Pasal
9
- Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau
seolah-olah:
- barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan
harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
- barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
- barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau
memiliki sponsor persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan
tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
- barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
- barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
- barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
- barang tersebut rnerupakan kelengkapan dari barang
tertentu;
- barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
- secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang
dan/atau jasa lain;
- menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman tidak
berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan
yang lengkap;
- menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
- Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilarang untuk diperdagangkan.
- Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat 1
dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau
jasa tersebut.
Pasal
10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan
mengenai:
- harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
- kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
- kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu
barang dan/atau jasa;
- tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
- bahwa penggunaan barang dan/atau jasa.
Pasal
11
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui
cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:
- menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah
memenuhi standar mutu tertentu;
- menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak
mengandung cacat tersembunyi;
- tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan
dengan maksud untuk menjual barang lain;
- tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau
jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
- tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam
jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
- menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum
melakukan obral.
Pasal
12
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam
waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk
melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan,
atau diiklankan.
Pasal
13
- Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan
pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma
dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang
dijanjikannya.
- Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan,
dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
berupa barang dan/atau jasa lain.
Pasal
14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang,
ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian,
dilarang untuk:
- tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang
dijanjikan;
- mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;
- memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
- mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang
dijanjikan;
Pasal
15
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa
dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat
menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Pasal
16
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui
pesanan dilarang untuk:
- tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu
penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
- tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Pasal
17
- Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:
- mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan,
kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu
penerimaan barang dan/atau jasa;
- mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
- memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat
mengenai barang dan/atau jasa;
- tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang
dan/atau jasa;
- mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin
yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
- melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai periklanan.
- Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan
yang telah melanggar ketentuan pada ayat 1.
BAB
V
KETENTUAN
PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU
Pasal
18
- Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan
klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
- menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
- menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen;
- menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
- menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara langsung, maupun tidak langsung untuk melakukan
segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
- mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang
atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
- memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat
jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual
beli jasa;
- menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya;
- menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap
barang yang dibeli olch konsumen secara angsuran.
- Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak
atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau
yang pengungkapannya sulit dimengerti.
- Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha
pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum.
- Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang
bertentangan dengan Undang-undang ini.
BAB
VI
TANGGUNG
JAWAB PELAKU USAHA
Pasal
19
- Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
- Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
- Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
- Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan
ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan
pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
- Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak
berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut
merupakan kesalahan konsumen.
Pasal
20
Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang
diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Pasal
21
- Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang
yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen
atau perwakilan produsen luar negeri.
- Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing
apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau
perwakilan penyedia jasa asing.
Pasal
22
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam
kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20, dan Pasal
21 merupakan beban dari tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan
bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Pasal
23
Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan
dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat
melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan
peradilan di tempat kedudukan konsumen.
Pasal
24
- Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku
usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan
konsumen apabila:
- pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan
perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut;
- pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak
mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh
pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi.
- Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibebaskan
dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen
apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual
kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau
jasa tersebut.
Pasal
25
- Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya
berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib
menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi
jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
- Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat l bertanggung
jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku
usaha tersebut:
- tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang
dan/atau fasilitas perbaikan;
- tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi
yang diperjanjikan.
Pasal
26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi
jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Pasal
27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari
tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:
- barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau
tidak dimaksudkan unluk diedarkan;
- cacat barang timbul pada kemudian hari;
- cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai
kualifikasi barang;
- kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
- lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak
barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Pasal
28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam
gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal
23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
BAB
VII
PEMBINAAN
DAN PENGAWASAN
Bagian
Pertama
Pembinaan
Pasal
29
- Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku
usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha.
- Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan
konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh Menteri
dan/atau menteri teknis terkait.
- Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat 2 melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.
- Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 meliputi upaya untuk:
- terciptanya iklim usaha dan timbulnya hubungan yang sehat
antara pelaku usaha dan konsumen;
- berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat;
- meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta
meningkatnya kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang
perlindungan konsumen.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan
perlindungan konsumen diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kedua
Pengawasan
Pasal
30
- Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen
serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan
oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat.
- Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat l
dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
- Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar
di pasar.
- Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 3
ternyata menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
membahayakan konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil
tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada
masyarakat dan dapat disampaikan kepada Menteri dan rnenteri teknis.
- Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat l, ayat 2, dan ayat 3 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
BAB
VIII
BADAN
PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL
Bagian
Pertama
Nama,
Kedudukan, Fungsi, dan Tugas
Pasal
31
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen
dibentuk Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal
32
Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu
Kota Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal
33
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi
memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan
perlindungan konsumen di Indonesia.
Pasal
34
- Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33, Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:
- memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam
rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;
- melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;
- melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang
menyangkut keselamatan konsumen;
- mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat;
- menyebarluaskan informasi melalui media mengenai
perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada
konsumen;
- menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari
masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau
pelaku usaha;
- melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
- Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerja sama dengan
organisasi konsumen internasional.
Bagian
Kedua
Susunan
Organisasi dan Keanggotaan
Pasal
35
- Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta
sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25 (dua
puluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.
- Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
- Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan
Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
- Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional
dipilih oleh anggota.
Pasal
36
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas
unsur:
- pemerintah;
- pelaku usaha;
- Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
- akademisi; dan
- tenaga ahli.
Pasal
37
Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen
Nasional adalah: a. warga negara Republik Indonesia; b. berbadan sehat; c.
berkelakuan baik; d. tidak pernah dihukum karena kejahatan; e. memiliki
pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan f. berusia
sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Pasal
38
Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti
karena:
- meninggal dunia;
- mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
- bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
- sakit secara terus menerus;
- berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
- diberhentikan.
Pasal
39
- Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan
Konsumen Nasional dibantu oleh sekretariat.
- Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipimpin oleh
seorang sekretaris yang diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen
Nasional.
- Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur dalam keputusan Ketua Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
Pasal
40
- Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional
dapat membentuk perwakilan lbu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu
pelaksanaan tugasnya.
- Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
ditetapkan lebih lanjut dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
Pasal
41
Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen
Nasional berkerja berdasarkan tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua
Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Pasal
42
Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen
Nasional dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber
lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan
Perlindungan Konsumen Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
IX
LEMBAGA
PFRLINDUNGAN KONSUMEN
SWADAYA
MASYARAKAT
Pasal
44
- Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat yang memenuhi syarat.
- Lernbaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki
kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
- Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
meliputi kegiatan:
- menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran
atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
- memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;
- bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan
perlindungan konsumen;
- membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk
menerima keluhan atau pengaduan konsumen;
- melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat
terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB
X
MENYELESAIAN
SENGKETA
Bagian
Pertama
Umum
Pasal
4
- Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha
melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
umum.
- Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para
pihak yang bersengketa.
- Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 tidak menhilangkan tanggung jawab pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
- Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen
di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh
apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak
atau oleh para pihak yang, bersengketa.
Pasal
46
- Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:
- seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang
bersangkutan;
- sekelompok konsumen yang mempunyai kepentinyan yang sama;
- Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam
anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya
organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan
telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;
- pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian
materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit.
- Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf b, huruf c, atau huruf d diajukan kepada
peradilan umum.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar
dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat 1
huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian
Kedua
Penyelesaian
Sengketa di luar Pengadilan
Pasal
47
Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti
rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi
kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.
Bagian
Ketiga
Penyelesaian
Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal
48
Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu
pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 45.
BAB
XI
BADAN
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
Pasal
49
- Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di
Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan.
- Untuk, dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian
sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
- warga negara Republik Indonesia;
- berbadan sehat;
- berkelakuan baik;
- tidak pernah dihukum karena kejahatan;
- memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan
konsumen;
- berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
- Anggota sebagairnana dimaksud pada ayat 2 terdiri atas unsur
pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha.
- Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat 3
berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5
(lima) orang.
- Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian
sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.
Pasal
50
Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 ayat 1 terdiri atas:
- ketua merangkap anggota;
- wakil ketua merangkap anggota;
- anggota.
Pasal
51
- Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan
tugasnya dibantu oleh sekretariat.
- Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri
atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat.
- Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan
anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal
52
Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen
meliputi:
- melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,
dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
- memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
- melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
- melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam Undang-undang ini;
- menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen;
- memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap
orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
- meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,
saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g
dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian
sengketa konsumen;
- mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau
alat bukti lain guna penyelidikan dan / atau pemeriksaan;
- memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di
pihak konsumen;
- memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
- menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Pasal
53
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan
wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam
surat keputusan menteri.
Pasal
54
- Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan
penyelesaian sengketa konsumen membentuk majelis.
- Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat 1
harus ganjil dan sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, yang mewakili semua
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat 3, serta dibantu oleh
seorang panitera.
- Putusan majelis bersifat final dan mengikat.
- Ketentuan teknis lebih lanjut pelaksanaan tugas majelis
diatur dalam surat keputusan menteri.
Pasal
55
Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan
putusan paling lambat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah
gugatan diterima.
Pasal
56
- Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
menerima putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha wajib melaksanakan putusan
tersebut.
- Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan
Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima
pemberitahuan putusan tersebut.
- Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dianggap menerima putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen.
- Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat
3 tidak dijalankan oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa
konsumen menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik unluk melakukan
penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
- Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik
untuk melakukan penyidikan.
Pasal
57
Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 3
dimintakan penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen
yang dirugikan.
Pasal
58
- Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 2 dalam waktu paling lambat 21
(dua puluh satu) hari sejak diterimanya keberatan.
- Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat 1, para pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
- Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan
dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan
kasasi.
BAB
XII
PENYIDIKAN
Pasal
59
- Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
- Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil ,sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 berwenang:
- melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan
konsumen;
- melakukan pemeriksaan terhadap orang, atau badan hukum yang
diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
- meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan
hukum sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan
konsumen;
- melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen
lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
- melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga
terdapat bahan bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil
pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di
bidang perlindungan konsumen;
- meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.
- Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya
kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
- Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB
XIII
SANKSI
Bagian
Pertama
Sanksi
Administratif
Pasal
60
- Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat
2 dan ayat 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.
- Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling
banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
- Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 diatur lebih lanjut dalam peraturan
perundang-undangan.
Bagian
Kedua
Sanksi
Pidana
Pasal
61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha
dan/atau pengurusnya.
Pasal
62
- Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat 2, Pasal 15, Pasal 1
ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf c, ayat 2, dan Pasal 18 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda
paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
- Pelaku usaha yang, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1, Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal
17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.00 (lima
ratus juta rupiah).
- Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang
berlaku.
Pasal
63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
- perampasan barang tertentu;
- pengumuman keputusan hakim;
- pembayaran ganti rugi;
- perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian konsumen;
- kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
- pencabutan izin usaha.
BAB
XIV
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
64
Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini
diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus
dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.
BAB
XV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
65
Undang-undang ini berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
|
|
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 1999
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN
JUSUF HABIBIE
|
|
Diundangkan
di Jakarta
pada tanggal 20 April 1999
MENTERI
NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd.
AKBAR
TANDJUNG
|
|
|
|
|
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1999 NOMOR 42
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|